Monday, June 24, 2013

Tuan Kecil Abu-Abu



            Tanah ini sudah kering. Aku hanya bisa menatap bayangannya. Baiklah. Aku berbalik  ke belakang. Meninggalkan semua…semua… semua…semua kenangan antara aku dan dia. Biarlah semuanya berakhir sampai di sini.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kutelusuri semuanya dari awal. Awal dari salah satu bagian terkenang dalam hidupku. Awalnya aku akan memulainya dari sebuah nama, tapi apalah artinya sebuah nama. Sebut saja dia Si Abu-abu. Dia sama seperti kebanyakan manusia normal lainnya, namun ada satu yang spesial. Tapi, sayangnya aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja langsung terbersit dalam benakku, dia berbeda, dia spesial.
Aku bukanlah orang yang mudah jatuh cinta. Tapi jika  aku jatuh cinta, maka aku akan sulit melupakannya kecuali satu hal. Jika dia sudah melupakan aku, maka semuanya telah berakhir. Jika dia sudah melupakanku, maka untuk apa aku terus mencintanya? Siapakah yang bisa membuatku melupakan cinta?
            Menceritakan kisahnya seperti membuka lembaran lama yang penuh rasa, Rasa cinta yang membahagiakan sekaligus menyakitkan untuk pertama kalinya. Tapi “Si Abu-abu” itu tak akan pernah bisa kulupakan. Makhluk aneh, unik, cerdas, misterius, mempesona dengan caranya. Dialah cinta pertamaku di kelas 3 SD. Apa? Ya, kelas 3 SD. Entah apakah saat itu perasaanku itu normal untuk anak seusiaku. Saat itu pun aku tidak tahu cinta itu apa. Yang aku tahu, saat aku menyadari kehadirannya adalah ketika wali kelasku di kelas 3 SD, tahun ajaran baru, memerintahkan kami untuk duduk sebangku dengan lawan jenis.
 Pagi itu adalah pagi yang dingin dan hembusan angin yang lembut menerpa wajahku. Pada pagi hari itulah takdir mempertemukanku dengan teman sebangku sekaligus cinta pertamaku. Ketika berbaris, aku tak sengaja berpasangan dengannya. Dia lebih pendek daripada aku. Berkulit sawo matang, bulu mata lentik, dan wajah yang manis. Tubuhnya kecil dan sepintas tidak terlihat ada yang spesial dari dirinya saat itu.
Benar-benar kebetulan yang luar biasa mengetahui bahwa ketika kami duduk sebangku, aku mengetahui bahwa dia memiliki buku harian yang sama persis denganku, buku harian baru. Diary Mickey Mouse. Mungkin jiwa romantisku sudah terbentuk di kala itu. Dan saat itulah aku mulai memperhatikannya. Memperhatikan apa yang akan dia lakukan dengan diary itu.
            Hari demi hari berlalu dalam diam. Dan setiap hari pula dia membawa diary itu. Aku tak pernah menanyakan darimana dia mendapatkannya. Untuk gadis kecil pemalu sepertiku, tidak ada alasan untuk bertanya. Aku lebih banyak diam dan begitu pula dengannya. Dia begitu misterius, pendiam dan serius. Aku menulis diary itu dengan kisah-kisahku. Banyak pula kisah tentangnya. Hal yang kontras dengannya dimana dia menggunakan diary itu untuk membuat coretan pelajaran.
Semakin hari, semakin terlihat kualitas yang membuatku semakin menyukainya yaitu kenyataan bahwa dia adalah anak yang cerdas dan kami adalah rival dalam pelajaran. Kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 kami lalui bersama meski setelah kelas 3 kami tidak duduk sebangku lagi. Dan kian hari perasaanku kian dalam. Meski ada teman laki-laki yang jauh lebih populer dan banyak disukai anak-anak perempuan, entah mengapa aku tetap menyukasi si Abu-abu. Sorot matanya yang tajam, kecerdasannya, dan sikapnya yang serius tapi santai.
Namun seiring dalamnya perasaanku, maka semakin sering juga diary itu menuliskan kisah sedih tentangnya. Tentang perasaan yang tak diketahui apakah bersambut atau tidak. Dia tak pernah menunjukkan sikap yang hangat dan biasa saja terhadapku. Berbeda terhadap anak-anak perempuan lain dimana dia bisa bersikap lebih wajar. Terkadang ada saat-saat dia membuatku kesal di kelas dan menjahiliku tanpa rasa bersalah seperti melemparkan benda-benda ke arahku, dan memanggilku dengan sebutan yang konyol. Ada saat-saat dimana dia tidak mengacuhkan aku, lalu kembali berbicara padaku. Dia pergi, menghilang, lalu datang kembali. Sikapnya seperti prakiraan cuaca yang tidak bisa kutebak. Dan tanpa kusadari, perlahan aku pun mencintainya. Tapi mengapa aku merasa sakit. Mengapa cinta ini begitu sakit?
Bertahun-tahun tanpa tahu apa yang dia rasakan terhadapku sungguh perasaan yang amat menyiksa. Ya, bahkan gadis kecil berusia 12 tahun pun sudah merasakannya. Pedih…sejauh apapun ku berlari, aku tak akan bisa menghindar. Getir…Di sudut matanya yang dingin mungkin aku hanyalah seonggok tanah tak berarti. Hati ini tidak dapat lagi menanggungnya. Sungguh menyakitkan didera perasaan yang tak menentu.
Dan di kelas 6, aku sudah berada dalam tahap tak terlalu mempedulikannya. Meski ada beberapa sahabatku yang mengatakan bahwa sebenarnya dia menyukaiku, aku tetap tak yakin. Biarlah perasaan itu menjadi kenangan. Namun semuanya berubah ketika hari ulang tahunku di kelas 6, tiba-tiba dia memberiku kartu ulang tahun yang dititipkannya kepada temanku. Ucapan selamat ulang tahun disertai kalimat, “just concentrate on the grey ones”. Apa arti sikapnya selama ini. Dan jelaslah semuanya. Apa arti tatapan dingin dan sikapnya yang menahan diri. Tanpa disadari, sesungguhnya kami berdua telah bersikap sama selama bertahun-tahun. Saling menyukai namun menahan diri untuk menyembunyikan perasaan kami.
               Kelopak bunga berwarna merah yang tidak pernah kutahu namanya berguguran. Daunnya yang tinggal beberapa helai mencoba bertahan di pohon yang kokoh. Cahaya abu remang-remang menimpa pucuk-pucuknya yang lemah gemulai. Hembusan angin yang dingin mengukuhkan atmosfer yang nyaman, santai, seakan-akan-akan aku terbius aromanya dan hatiku melayang tinggi di angkasa. Alangkah indahnya! Aku berjalan pulang ke rumah sambil tertawa kecil dalam hatiku. Mengetahui bahwa perasaan kami sama dan tak bertepuk sebelah tangan memunculkan perasaan lega yang luar biasa.
               Setelah itu, sikap kami masih sama, menahan diri dengan kekaguman kami satu sama lain. Yang berbeda ketika dulu adalah rasa malu karena menahan perasaan dan sekarang adalah rasa malu karena kami tak tahu harus bersikap bagaimana lagi. Apa yang harus kami lakukan?

Setelah itu aku menyadari, bahwa kehadirannya di dekatku, bisa melihatnya di sekolah, bisa merasakan degup jantungku berdebar kencang bersama dengan perasaan bahagia ketika dia menatapku, dan mengetahui bahwa kami saling mencintai
Itu semua sudah cukup.
              
               Kami sudah terbiasa dengan rasa cinta dalam diam dan kami memutuskan untuk terus melakukannya. Begitulah cinta pertama kami. Meski aku bisa melihat sorot kekecewaan di matanya mengetahui bahwa kami akan berpisah karena memilih melanjutkan sekolah lanjutan yang berbeda, kami tetap mengejar jalan hidup kami masing-masing. Jalan yang masih panjang dan ada cita-cita mulia yang ingin kami raih. Dan di hari terakhir perpisahan, kami benar-benar memutuskan untuk melupakan rasa itu, kenangan 4 tahun cinta kami yang terpendam dengan baik dan melanjutkan hidup kami tanpa menoleh ke belakang. Kami tersenyum satu sama lain lalu bersama-sama membalikkan tubuh kami dan bergerak menuju takdir kami masing-masing. Air mataku berlinang ketika itu namun dia tak akan pernah tahu, begitu pula denganku. Biarlah kenangan membahagiakan dan senyuman yang teringat dan tertinggal di benak kami masing-masing…   
_shirayuki Juni 2013_

sebuah tulisan tentang cinta pertama, yg terekam di memori, dan mungkin ada bagian yang tak sesuai kenyataan di kala itu, enjoy =)
















Monday, February 18, 2013

Comforting Sound

by Mew


I don't feel alright
in spite of these comforting sounds you make.
I don't feel alright because you make promises that you break.
Into your house, why don't we share our solitude?
Nothing is pure anymore but solitude.
It's hard to make sense, feels as if I'm sensing you through a lens.
If someone else comes, I'd just sit here listening to the drums.
Previously I never called it solitude.
And probably you know all the dirty shows I've put on.
Blunted and exhausted like anyone.
Honestly I tried to avoid it.
Honestly.
Back when we were kids, we would always know when to stop.
And now all the good kids are meshing up.
Nobody has gained or accomplished anything.

Saturday, January 19, 2013

Sakura Nagashi

Watching flowers just blossomed fall
"Too early, this year" you said,
In disappointment, regret
And you were beautiful

If you could see me now
I wonder what you would think
Me, living without you

Everybody finds love
In the end

If you could hear the newborn's cry,
Sound and healthy
Ringing in the town you protected
I know you would be so pleased
The footsteps that continue after us

Everybody finds love
In the end

I can't believe that I'll never see you again
I haven't told you anything yet
I haven't told you anything yet

Watching flowers just blossomed fall
The trees stood by, helpless

However great the fear, I will not look away
If at the end of everything, there is love

Translated from original Japanese lyrics by Utada Hikaru